*) Oleh : Tgk. Ilham Mirsal S.Pd.I MA (Ayah Ilham)
Abu sudah tiada, kenangnya (Ibu Paruh Baya). Rasa kehilangan ini
masih sulit dilupakan, bagi saya Abu adalah Aulia, yang mengerti firasat dan
bahasa hati. Saya kaget, seraya mencoba mempertajam diskusi, apa yang dimaksud
Ibu itu.
Suatu hari, saya dihimpit kesusahan ekonomi yang sangat melarat,
anak saya sakit, pemilik warung (toko sembako) sudah memaki saya menagih
hutang, sementara beras dan makanan lain sudah kosong dirumah. Cerita Ibu
tadi……….. “saya tertegun mendengarnya”
Saat itu komplik GAM-RI sedang pecah, semua masyarakat
kesempitan dan melarat, apalagi Ibu tadi dari keluarga GAM,, yang selalu
dipantau Gerak geriknya oleh pihak keamanan, “TNI-POLRI” sambil kebingungan,
siang malam saya menangis berdoa sama Allah untuk jalan keluar, seraya mencoba
kesetiap orang meminta bantu “ngutang”, tapi tidak ada yang dapat membantu,
sehingga terlistas dipikiran untuk coba berhutang pada Abu (cerita Ibu Paruh baya).
Dengan nekatnya, Ibu tersebut mendatangi kediaman Abu, tapi
dengan wajah sedih dan kecewa diraut wajah Ibu Paruh Baya, saat tiba dihalaman
rumah Abu, Ia melihat begitu banyak Tamu, sementara Abu sibuk dengan malayani
para tamu yang berdatangan.
Ia merasa malang, apa mungkin saya langkah kiri tadi “langkah
kiri suatu mitos dikalangan Orang Aceh saat tidak beruntung” pungkasnya.
Tapi karna sudah datang, beliau berusaha mampir, walau hanya
sekedar bercerita dengan NYAK “Panggilan untuk Istri Abu”, namun Ibu tersebut
tidak menceritakan perihalnya sama Nyak.
Setelah satu jam lebih diteras dapur Rumah Abu, Ibu tadi pamit
untuk pulang, dengan penuh kecewa, Ia berjalan kaki kembali kerumahnya, tapi
keajaiban terjadi, tiba-tiba Seorang Santri “Khadim Abu” memanggil Ibu
tersebut, dengan panggilan “Wa” (yaitu panggilan Anak Muda kepada seorang Ibu
di Aceh), seraya kaget iya jawab, Tuan Neuk “Iya Nak”. Abu panggil WA.
Ternyata Abu melihat Ibu tersebut dari ruang tamu jendela kaca
rumahnya.
Setelah menghampiri, Abu langsung menyapa ditengah para tamu
yang ada, Mau kemana, kok cepat kali pulang, pungkas ABU.
Ngak ada, Sudah lama di dapur, kata Ibu tadi, sekarang mau pulang, takut bapak dan anak-anak menunggu “kata ibu tersebut”.
Ngak ada, Sudah lama di dapur, kata Ibu tadi, sekarang mau pulang, takut bapak dan anak-anak menunggu “kata ibu tersebut”.
Oh begitu “pungkas Abu”, Nyoe meunan Nyoe pat Na seudekah bacut,
dalam bahasa Aceh yang artinya “Kalau begitu ini ada sedekah sedikit”. Seraya
berlinang air mata, Ibu tersebut mengambil seraya bersalaman mencium tangan
Abu, Abu hanya tersenyum seraya berkata “sudah”, “Sudah”, Ka jeut woe, “Sudah
boleh pulang” Kata Abu.
Seraya pamit, Ibu tadi langsung bergegas pulang dengan hati
sangat Gembira seraya penuh Syukur pada Allah, tidak berapa jauh beranjak, uang
yang digenggam erat tadi dibukanya, uang yang sudah lusuh akibat sangat keras
digenggam, Masyaalah… tuturnya.
Ternyata uang yang diberi Abu persis 300 ribu, sesuai jazam hati
ibu tadi nominal yang ingin Ia pinjam sama Abu.. Subahanallah, Lailahaillah,
Alhamdulillah, Ibu tadi heran seheran-heranya, dengan sedikit rasa gemetar…
Masyallah, kenapa beliau tau katanya…
Semenjak itu, Ibu Paruh Baya tadi sangat menghormati Abu,
baginya Abu adalah Aulia, penolong, sosok yang sangat dermawan, penuh kasih
sayang…
Semoga Abu, diterima disisi Allah, dan ditempatkan di Maqam yang
tinggi bersama para orang-orang shalih.
Amiiin……
Amiiin……
(Cerita ini dapat dipertanggung jawabkan, karena sumber masih hidup sampai sekarang)
No comments:
Write komentarTinggalkan Komentar!