Friday, March 29, 2019

“SUKEE Lhee Reuthoh”, Sebutan Asal Mula Keturunan Aceh


Sukee lhee bak aneuek drang, Sukee ja sandang jeura haleuba,
Sukee tok bate na bacut-bacut, Sukee imuem pheuet nyang gok-gok donya,

Itulah sekilas bait singkat dari lagu Rafly Kanda seorang seniman Aceh yang sekarang sudah menjadi Senator Aceh di Jakarta pusat, dan pada pemilu 2019 ini mencalonkan diri untuk menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024. Dari syair lagu tersebut banyak menjadi teka-teki apa maksudnya. Setelah ditelusuri maksud dari kalimat syair tersebut adalah mengisahkan tentang asal usul keturunan Aceh kala itu.

Jika dimakanai ‘Sukee Lhee Reuthoh’ it berarrti  kaum Tiga Ratus’.  Sukee lhee bak aneuek drang’ bila diartikan ‘Kaum Tiga Ratus sebagai biji drang’, sejenis kacang tanah yang tumbuh habis musim panen padi; segala jerami mati kemudian akan tumbuh sendiri pohon drang dengan subur.
Sukee ja sandang jeura haleuba’ apabila diartikan kaum Ja sandang sebagai Jeura Haleuba (biji kelabat) berwarna kuning. Biji ini biasanya digunakan sebagai campuran untuk menghilangkan bau hanyir. Biji tersebut lebih besar sedikit dari drang. Kaum ja batee ataupun juga disebut Tok Bate bacut-bacut, merupakan hanya sedikit. Sedangkan Imum Pheuet itu bermakna  megguncang dunia tak lain itu maksudnya adalah sangat berpengaruh besar dan peranan penting mereka dalam pemerintah kala itu.
Orang Aceh tempo dulu (photo auliaputri)
Tersebutlah asal mula sebutan Lhee Reuthoh atau Tiga Ratus, Menurut sebuah cerita, pada suatu masa terjadilah sengketa berat antara kelompok rakyat asli sekitar tiga ratus orang lah kira-kira, dengan kelompok pendatang Hindu sekitar empat ratus orang. Karena persengketaan tersebut hampir saja berujung ke bentrokan bersenjata antara dua kubu tersebut yang disebabkan oleh kasus perzinahan. Akan tetapi, saat ketika hebatnya kekacauan tersebut, datanglah seorang penengah untuk meleraikan atau memberi jalan damai dari sengketa yang sedang terjadi.



Singkat cerita, mereka yang bersalah dapat juga menerima keputusan, akhirnya kesalahan mereka dapat juga dimaafkan dan kedua bela pihak kemudia membuat satu ikatan silaturrahmi dengan saling akrab. Perlu diketahui kebenaran ceritan inipun tidak dapat dijamin juga akan kebenerannya, sebab banyak pendapat, ada yang menyatkan ihwal sebutan Lhee reuthoh itu ada maksud 300 keluarga pria yang sanggup untuk berperang, dan ada juga berpendapat maksudnya itu bahwa persekutuan (konfederasi) zaman dahulu kala serta akan terjadi pada masa kesukaran mampun perjuangan bersama.

Ja Sandang ataupun Tok Sandang, ja atau to itu berarti nenek moyang, adapun kedua nama tersebut ada yang menyebutnya Eumpee (dalam bahasa Melayu berarrti empu). Kata Cut itu diartikan kecil, di Aceh dipakai sebagai awalan nama pria maupun wanita keturunan bangsawan. Sebenrnya Sandang juga berarti sesuatu di bawah lengan yang terikat tali melingkari bahu, nama ini juga terpaku pada seorang pria saudara lelaki dan banta dari Teuku Nek dan sekarang disebut Teuku Sandang.

Selain itu ada juga cerita menyebutkan secara turun temurun dikawasan Mukim XXII, yakni suku pribumi ‘Manteue’ ataupun sering juga disebut dewasa ini di daerah Lampanah. Menurut cerita bahwasanya suatu ketika Sultan Al Kahhar berangkat ke Pidie untuk suatu dinas pengamanan, dan ketika itu Sultan melewati Muki XXII Lampanah dan merasa kehausan, secara tiba-tiba dia bertemu dengan orang penyandang nira (ie jok). Lantas orang tersebut menawrkan air nira pada sultan Al Kahhar karena merasa sangat kehausan lantas sang Sultan tak tawar menawar lagi langsung menerima dan meminumnya dengan puas.

Pun demikian Sultan langsung berucap terima kasih serta mengundang orang tersebut e dalam (sebutan istana Aceh) di Koet Radja sekarang Banda Aceh yang bertujuan untuk memberikan perhargaan sebagai rasa terima kasih sultan kepada rang tersebut. Apa yang terjadi, serta merta orang tersebut bertanya , Bagaimana saya dapat masuk ke ‘Dalam’ dan tak dikenal  oleh pengawal. Pun demikian sang Sultan al Kahhar memberikan satu petunjuk kepada orang tersebut dengan menyandang sebuah babmbu (pojok) nira serta sultan memberikan sehelai daun kelapa di kapalanya. Singkat cerita acap kali Ja sandang bertandang ke Dalam (istana), maka diangkatlah beliau oleh sultan sebagai kadi dengan gelaran Malikul ‘Adil (Malekon ‘Ade) sebab beliau dipercaya sebagai orang baik.

Ja Batee atau Tok Batee, adapaun menurut cerita pada ketika sultan Al Kahhar berencana membangun sebuah istana batu, maka beliau mengeluarkan perintah agar golongan pendatang dari luar daerah juga sudi bergotong royong untuk mencari serta membawa batu-batu untuk material pembangunan istana. Singkat cerita kita kisahkan, pada suatu ketika golongan ini tadi mengumpulkan batu,  Sang sultan memberikan titah bahwasanya boleh dihentikan dan sudah cukup (tok batee). Maka sejak saat itulah golongan ini pun disebut kaum Tok Batee.

Adapun kaum terakhir yang juga dikenal dengan sebutan Imuem Pheuet (Imam Empat), alasan dengan sebut ini karean meraka menempati empat wilayah mukim, antara lain Tanih Abe, Lam Loot, Montasik dan Lam Nga. Tiap-tiap mukim diketuai atau dipimpin oleh seorang kepala  dan semuanya ada imam, maka sebutan ini manjadi Imuem Pheuet.

Ya, jika memperhtikan lebih detail lagi, Imuem Pheuet ini mengarah ke persekutuan yang berbeda jika dibandingkan dengan Lhee Sukee (Lhee teuthoh, Ja Sandang, dan Ja Batee). Perlu juga anda ketahui sebenarnya jabatan imum itu terpisah dari kawaom. Sedangkan imuem tugasnya sebagai pemimpin dlaam hal ibadah dan sama sekali tidak memperoleh pangkat di dalam masyarkat.
Orang Aceh merupakan kelompok yang beriwa kosmopolitan artunya dapat menerima siapa saja atau suku bangsa apapun. Perlu dikethui dalam mengelompokkan etnisitas, dalam sistem kerajaan Aceh untuk menyusun kependudukan itu juga berdasarkan negeri asal suku bangsa tersebut, pun demikan dalam hadih maja disebutkn “Sukee lhee reuthoh bak aneukd rang, sukee ja sandang jeura haleuba, sukee tok batee na bacut bacut, sukee imuem pheuet nyang gok gok donya.” Kendatipun demikian banyak orang Aceh tidak tau akan maksud hadih maja tersebut.

Imuem Mukim menjadi kepala daerah mukim, jabatan inipun sebagai penguasa yang dibentuk pun ada hubungannya dengan agama.

Sukee juga dapat diberi arti lain suku hingga hadih maja inipun juga menggambarkan kebergaman suku bangsa yang berdima di Aceh. Ini semua berkat Sultan Alaidin Riayatsyah Al Kahhar (5537-1565) yang telah berhasil menyatukan semua suku bangsa yang ada di Aceh dan juga dibawah panji Islam dan juga teraplikasi dalam wadah kerajaan Aceh darussalam.

Dapat diumpamakan juga Sukee Lhee Reuthoh ini bak aneuek darang, juga dapat diberi arti seperti pohon padi yang tumbuh pas ketika musim pemotongan padi. Istilah lain dapat diartiakan Suku Tiga ratus ini juga disebutkan pengelompokan suku lain yang ada di aceh. Dapat dketahui pembagian suku tiga ratus ini termakstub dinataranya Batak karee, Mante, gayo, Alas, dan Kluet. Perlu diperjelas kala itu suku Batak karee berada atau berdomisili di Lampanah dan Lamteuba, Aceh Besar. Adapun suku pedatang dari India dan kawin dengan penduduk asli mereka ini di kelompokkan ke dalam suku ja sandang.

Seorang penjelajah dunia asal Venetia, Italia yaitu Marcopolo, mengaku pernah singgah dan tinggal di kerajaan Samudera Pasai konon katanya selama lima bulan sekira tahun 1292 Masehi pada masa sultan Malikussaleh. Di sebuah catatannya “The Travel of Marcoplo” menggambarkan, di Pasai banyak sekali tinggai orang India, mereka telah menikah dengan penduduk asli setempat. Sultan Al Kahhar juga mengakui adanya imigran Arab, Cina, Jawa, Bugi, Jamee, Semenanjung Tanah Melayu, suku ini dimasukkan ke dalam suku Tok Batee yang diartikan na bacut-bacut (kum minoritas), mereka ke Aceh untuk mengausai perdangan dan bisnis.

Adapun para bekas pemimpin yang terusir dari negerinya disebabkan berbeda pandangan politik di negeri asalnya, semacam polical asyum (mencari Suaka politik) sebutan sekarang. Mereka dimasukkan dam suku imuem pheuet, kelompok ini diartikan mampu menggoncang dunia, sebab mereka banyak ilmu pengetahuan. Oleh sebab demikian mereka dianjurkan menikah denganpenduduk Aceh asli supaya dapat melahirkan keturunan cerdas.

Demkianlah uraian singkat tentang asal usul Sukee Lhee Reuthoh, moga dapat menjadi ilmu bagi generasi muda Aceh yang membacanya. Jangan pernah lupakan sejarah dan budaya Aceh, karena sejarah adalah identitas sebuah negeri. Lihatlah dinegeri jiran Malaysia mereka selalu ditanamkan dengan ilmu pengetahuan dan selalu ditanam adat adan budaya supay tida luntur ditelan zaman, inipun dapat kita lihat dari gaya gadis Melayu yang tak meninggalkan baju kurungnya.

Referensi dari berbagai sumber

No comments:
Write komentar

Tinggalkan Komentar!