Peta Wilayah Pulau Sumatera Kuno
FOTO | Pedomanbengkulu
|
Jejak-jejak yang memastikan keberadaan Islam di bagian
utara pulau Sumatra (hari ini, Aceh) datang dari abad ke-7 Hijriah (ke-13
Masehi). Tidak untuk membuktikan bahwa Islam baru saja sampai dalam abad itu
sebagaimana dikisahkan dalam legenda, tapi justru untuk menunjukkan bahwa Islam
telah mencapai tingkat perkembangan di mana ia telah menancapkan akarnya yang
kuat ke dalam kehidupan masyarakat pemeluknya di abad ke-7 Hijriah (ke-13
Masehi), terutama dalam kehidupan masyarakat di mana jejak-jejak itu ditemukan.
Jejak-jejak itu merupakan benda budaya
yang tidak dapat dipahami sebagai sesuatu yang lahir sekejap setelah da'wah
Islam menyentuh bumi negeri-negeri di bawah angin (sebagaimana istilah yang
lazim dipakai pada zaman silam untuk menyebut kepulauan India sebelah barat),
tapi merupakan benda budaya yang terlahir dari suatu proses yang memerlukan
waktu panjang dan kerja berat. Benda budaya itu hanya dapat dipahami sebagai
sesuatu yang lahir dari masyarakat Islam yang telah mapan dalam keislamannya
sejak waktu lama.
Batu nisan kubur, di satu sisi,
merupakan benda yang muncul dari suatu praktik Islam; pengamalan tuntunan
Islam. Di sisi yang lain, ia memiliki kekhususan yang menampilkan ragam
kemampuan dan penguasaan baik dalam ilmu pengetahuan Islam maupun dalam seni
budayanya. Kemampuan dan penguasaan ini jelas saja tidak dapat dihasilkan dalam
waktu yang singkat oleh sebuah masyarakat.
Kemampuan dan penguasaan tersebut
membutuhkan proses yang relatif lama sebagaimana dapat diamati dengan jelas
dalam sejarah ilmu pengetahuan dan peradaban Islam secara umum.
Empat kubur di kawasan tinggalan sejarah
Pasai (Sumatra) ditandai dengan batu-batu nisan bersurat yang mengungkapkan
tarikh wafat dalam abad ke-7 Hijriah (ke-13 Masehi). Tiga di antaranya langsung
berasal dari abad ke-7 Hijriah (ke-13 Masehi), dan satunya lagi berasal dari
abad ke-10 Hijriah (ke-16 Masehi), yang dibuat untuk menggantikan batu nisan
yang lama.
Sebagai benda budaya Islam tertua yang
ditemukan sejauh ini di kawasan tinggalan sejarah Pasai (Sumatra), tiga batu
nisan kubur dari abad ke-7 Hijriah (ke-13 Masehi) dapat menggambarkan secara
garis besar bagaimana kisah Islam berkembang dan membumi di kawasan tersebut
sejak awalnya.
BACA JUGA : Mengenal Sultan 'Ali Mughayat Syah, Pelopor Kebangkitan Kesultanan Aceh Darussalam dan Sebagai Pemimpin Umat
BACA JUGA : Tragedi Meurah Pupok, Dipancung oleh Ayahandanya Sendiri Sultan Iskandar Muda
BACA JUGA : Tragedi Meurah Pupok, Dipancung oleh Ayahandanya Sendiri Sultan Iskandar Muda
Ketiga kubur ini, sesuai epitaf pada
batu nisannya, adalah pusara dari tiga orang yang semua mereka diberitakan
sebagai:
السعيد الشهيد محبوب قلوب الخلائق
"Orang yang berbahagia, syahid, lagi dicintai oleh hati khalayak ramai."
As-Sa'id, yang berarti orang yang berbahagia, adalah sifat yang lazim diperuntukkan untuk bangsawan dan pemimpin.
Asy-Syahid merupakan julukan yang hanya
diperuntukkan bagi orang yang telah menyerahkan jiwa dan hartanya di jalan
Allah.
Mahbub qulub al-khala'iq (orang yang dicintai oleh khalayak ramai) adalah sebuah predikat yang tidak mudah untuk dicapai. Untuk dicintai oleh hati khalayak ramai, seseorang mestilah memiliki kepribadian pada derajat yang luhur, yang layak untuk diikuti dan diteladani.
Kisah Islam berkembang di kepulauan ini, dengan demikian, telah diawali dan terus dilanjutkan oleh pribadi-pribadi yang penuh kasih sayang dan berani menyerahkan jiwa dan hartanya di jalan Allah. Dengan budi pekerti yang mulia, tokoh-tokoh besar itu telah berhasil merebut hati masyarakat ramai. Mereka kemudian diikuti, diteladani dan dicintai.
Mahbub qulub al-khala'iq (orang yang dicintai oleh khalayak ramai) adalah sebuah predikat yang tidak mudah untuk dicapai. Untuk dicintai oleh hati khalayak ramai, seseorang mestilah memiliki kepribadian pada derajat yang luhur, yang layak untuk diikuti dan diteladani.
Kisah Islam berkembang di kepulauan ini, dengan demikian, telah diawali dan terus dilanjutkan oleh pribadi-pribadi yang penuh kasih sayang dan berani menyerahkan jiwa dan hartanya di jalan Allah. Dengan budi pekerti yang mulia, tokoh-tokoh besar itu telah berhasil merebut hati masyarakat ramai. Mereka kemudian diikuti, diteladani dan dicintai.
Sumber
: Mapesa Aceh
No comments:
Write komentarTinggalkan Komentar!