Sunday, June 21, 2020

Jejak Abuya Nasir Waly, Sang Ulama Santun yang Menolak Berbagai Jabatan Pemerintahan




ABUYA NASIR WALY merupakan ulama kharismatik yang dikenal lemah lembut dan teratur susunan katanya. Namanya Teungku Muhammad Nasir Waly anak dari Abuya Syekh Muda Waly al-Khalidy dari Ummi Manggeng.

Mengawali pendidikannya Abu Nasir Waly belajar di Dayah Darussalam Labuhan Haji kepada murid-murid Abuya Muda Waly terutama kepada abangnya Abuya Muhibbudin Waly karena saat Syekh Muda Waly wafat beliau masih dalam usia sembilan tahun, saat Abuya meninggal di tahun 1961. Selain belajar di Darussalam, beliau juga disebutkan belajar di Dayah Peulumat. Namun secara pasti beliau diajarkan dasar-dasar keilmuan, dan senantiasa didoakan oleh ayahnya yang juga ulama besar Aceh. 




Setelah beberapa tahun beliau belajar di Darussalam, kemudian Abuya Nasir melanjutkan pengajiannya ke Dayah MUDIMESRA Samalanga kepada murid ayahnya Abu Abdul Aziz atau Abon Samalanga yang pernah belajar langsung pada Abuya Muda Waly al-Khalidy di Bustanul Muhaqiqin Darussalam Labuhan Haji.

Di Samalanga sekelas dengan Abu Mudi, Waled Nuruzzahri,Teungku Ahmad Dewi dan ulama lainnya.

Sedangkan guru mereka adalah Abu Panton, Abu Lueng Angen dan para ulama lainnya. Hal ini diceritkan oleh salah anak beliau.

Setelah menjadi alim, Abuya Nasir Waly kemudian melanjutkan pendalaman ilmunya ke Madinah, Arab Saudi, sehingga beliau sering juga disebut dengan Abu Madinah, selain yang paling melekat dengan sebutan Abu Madinah adalah Abu Muhammad Ismi Cot Keue’eung lulusan Darussalam Labuhan Haji murid dari Abu Syam Marfaly dan Abon Kota Fajar.

Selama di Madinah, Abu Nasir Waly belajar dengan tekun sehingga beliau berhasil menyelesaikan pendidikannya di Madinah dan kemudian pulang kembali ke Labuhan Haji untuk mengabdikan ilmunya.

Pada masa kepemimpinan Abuya Nasir Waly banyak gebrakan yang beliau lakukan untuk kemajuan Dayah Labuhan Haji, sehingga santripun meningkat datang dari berbagai daerah di Aceh bahkan dari provinsi lainnya. Selesai periode kepemimpinan di Dayah Darussalam Labuhan Haji, kemudian beliau mendirikan sebuah Dayah di Meulaboh yang disebut dengan Dayah Serambi Mekkah.

Di Meulaboh Aceh Barat kiprah keulamaan Abuya Nasir Waly semakin bersinar ditandai dengan kesibukan beliau dalam memenuhi undangan masyarakat baik menjadi penceramah, mengajar pengajian maupun berbagai forum muzakarah para ulama. Lantaran wawasannya yang luas dan lemah lembut tutur katannya, maka beliaupun dekat dengan berbagai kalangan, dan dicintai oleh masyarakat Aceh Barat dan Aceh Selatan secara khusus dan Aceh secara umumnya.




Selain sebagai ulama pimpinan Dayah Serambi Mekkah, beliau juga menjabat sebagai Ketua MPU Aceh Barat hingga beliau wafat, mengayomi umat dengan fatwa-fatwa yang menyejukkan dan mencerahkan.

Abuya Nasir Waly merupakan ulama yang konsisten dengan keulamaannya, sehingga berbagai tawaran yang menarik lainya baik menjadi wakil gubernur, wakil bupati semua beliau tolak dengan cara yang baik. Karena kesibukannya mengayomi umat dan keterlibatan beliau dalam berbagai forum ilmiyah baik level kabupaten, provinsi bahkan nasional.

Beliau selain sebagai Ketua MPU, Pimpinan Pesantren, Tokoh Masyarakat, serta beliau termasuk dalam Dewan Mustasyar ketika awal dibentuk Partai Daulat Aceh atau PDA dan juga aktif di HUDA Aceh. Bahkan di forum kajian Tinggi Keislaman Aceh pada periode awal Irwandi-Nazar maka Abuya Nasir waly merupakan tokoh yang terlibat aktif dalam forum-forum ilmiyah di Aceh.

Sehingga disebutkan bahwa Presiden SBY pada periode awal masa kepemimpinan sebagai Presiden pernah menawarkan beliau jabatan sebagai Menteri Agama pada kabinetnya, namun lagi-lagi Abuya Nasir Waly menolaknya secara halus.

Abuya Nasir Waly juga seorang mursyid Tarekat Naqsyabandiyah dari jalur abangnya Abuya Muhibbudin Waly. Beliau termasuk tokoh tarekat di Aceh Barat, dan tegas menolak pemahaman tasauf salek buta. Sebagai seorang ulama besar Abuya Nasir Waly adalah seorang ulama yang mampu menyampaikan pesan-pesan keagamaan dengan bahasa yang santun, runtut dan ilmiyah, disertai hujjah-hujjah yang kokoh dan tegas dalam hal-hal prinsipil.




Beliau tidak segan-segan untuk mengkritik hal-hal yang tidak bersesuaian dengan kerangka keilmuan yang benar sesuai dengan pemahaman Ahlussunnah Waljama’ah.

Dalam usia yang telah dilaluinya, Abuya Nasir Waly telah berhasil berhasil berkiprah sebagai ulama sejati yang mengayomi masyarakatnya dengan fatwa yang bertanggung jawab, mencerdaskan ummat dengan ilmu-ilmu yang jelas referensinya, serta tetap menjaga kesantunan dan mengedepankan keluhuran budi. Setelah perjuangan yang panjang dan kontribusi yang besar untuk masyarakat Aceh secara umum maka wafatlah ulama tersebut di tahun 2010 dalam usia 58 tahun.

Pada masa wafatnya beliau, berturut turut sebelumnya di tahun 2009 wafat para ulama-ulama kharismatik Aceh seperti: Abu Matang Raya, Abu Abdussamad Tanjung Dalam, Abu Abdul Wahab Idi Cut, Abu Syam Marfarly dan Abu Ibrahim Woyla. Rahimahumullah Rahmatan Wasi’atan.

Sumber: dikutip dari Facebook Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary

No comments:
Write komentar

Tinggalkan Komentar!