Saturday, March 16, 2019

Ranup (Sirih) Sebagai Icon Peumulia Jamee di Aceh


Sirih (Ranup) merupakan tanaman yang  banyak mamfaatnya, selain dapat di makan juga banyak mamfaatnya sebagai obat.  Akan tetapi uniknya di Aceh Sirih ini menjadi icon atau lambang untuk memuliakan tamu. Jika ada tamu datang kerumah atau ada acara saklar, tamu tersebut pasti akan disugguhkan dengan dengan Sirih (Ranup).


“Memuliakan tamu dengan menyuguhkan sirih”
Memuliakan sahabat lewat tutur kata yang manis”.

Bate ranup (foto : acehnee press photo)


Hingga terciptalah tarian ‘Ranup Lampuan’ di Aceh, sebagai icon tarian penyambutan tamu pada acara saklar.

Pernahkah anda mendengar ucapan ‘Ranup Sigapu’? ya, pasti sering kan....

Kalimat tersebut adalah sebagai kata pembuka orang Aceh bericara, baik itu dalam seabagai kalimat permulaan dalam sebuah buku. Ranup merupakan symbol saklar sebagai permulaan kegiatan bagi orang Aceh. Dan Ranup merupakan pelengkap kebersamaan serta kerukunan hidup yang terhimpun dalam satu wadah yang disebut ‘Puan’.

“Konon, dalam manuskrip adat Aceh, perangkat Ranup selalu dipergunakan pada acara kebesaran atau acara saklar sultan Aceh. Ucapan hari (raya), pemeriahan arak-arakan sultan dimulai dari meuligoe (istana) sultan sampai ke masjid Baiturrahman. Senjata sultan diarak di hadapan sultan, sampai pinggan atau bate ) ranup (puan) dan kantong ranup (yang dibungkus kain). Setelah shalat di belakang tirai (kelambu) di tempat yang diberi nama ‘rajapaksi’, sultan pun pulang naik”.


Istilah dalam bahasa biologi Rabup juga disebut piper betle, merupakan sejenis tanaman rambat yang menjalar. Mamfaat dari Ranup mulai dari daun, batang, buah (biji) menjadi obat tradisional sebagai tumbuhan penyegar dan juga bemacam mamfaaat lainnya. Seiring dari itu semua di Aceh muncullah tradisi makan Sirih (ranup), mulai dari kalangan orang tua sampai anak-anak.

Ibnu Batutah dan Vasco da Gama pernah menulis; “masyarakat Timur sejak dahulu telah punya kebaiasaan mamakan Sirih (Ranup).”

Perlu diketahui bahwasanya dalam Bate Ranup (puan) sebelum disuguhkan pada tamu telah lengkap diisi dengan pinang, gambir, kapur, ranup, cengkeh, tembakau, serta Gancet (rampago) sebagai alat pembelah pinang dan juga disediakan cubek (penumbuk sirih).

Menurut ranah adat dan budaya istiadat Aceh, Ranup memilik banyak makna dan simbol khusus sebagai penenang dalam mempererat dalam satu musayawarah (sapeu kheun ngen but), simbol kemuliaan (peumulia jamee), dan sebagai penyambung silaturrahmi sabagai alat untuk mengundang (meu uroh atau seumeugah).

Ranup itu sebagai lambang rendah hati dan cinta kasih, sedangkan pinang itu sebagai lambang baik budi pekertinya dan jujur serta mempunyai derajat yang tinggi, Gambir itu sabagai icon keteguhan hati, Kapur sebagai ketulusan hati, Cengkeh melambangkan keteguhan memegang prinsip, dan Tembakau itu melambangkan hati yang tabah dan bersedia berkorban dalam segala hal.
Sedangkan Bate Ranup (Puan) sebagai wadahnya itu sebagai lambang keindahan budi pekerti dan akhlak yang luhur. Wadah itu merupakan satu kesatuan yang memberi lambang sifat ke’adatan.

Ingatkan anda dengan potongan sya’ir lagu Rafly Kande, begini potongannya:

Peunajoh Aceh meumacam bagoe
Peunajoh jameun sampe inoehat
Ranup seulaseh ngen pineung mawoe
Jampue ngen gambe lengkap keu syarat...

Ranup lam bate peumulia jamee
Adat geutanyoe keu jamee teuka
Neu cie neu pajoh sigapu dile
Ie ranup klat jeut keu peunawa

Nah, semoga anak cucu Aceh jangan sampai lupa dengan adat dan istiadat indatu jameun...

No comments:
Write komentar

Tinggalkan Komentar!