Sirih (Ranup) merupakan tanaman yang banyak mamfaatnya, selain dapat di makan juga
banyak mamfaatnya sebagai obat. Akan
tetapi uniknya di Aceh Sirih ini menjadi icon atau lambang untuk memuliakan
tamu. Jika ada tamu datang kerumah atau ada acara saklar, tamu tersebut pasti
akan disugguhkan dengan dengan Sirih (Ranup).
“Memuliakan tamu dengan menyuguhkan sirih”
“Memuliakan sahabat lewat tutur kata yang manis”.
Bate ranup (foto : acehnee press photo) |
Hingga terciptalah tarian ‘Ranup Lampuan’ di Aceh,
sebagai icon tarian penyambutan tamu pada acara saklar.
Pernahkah anda mendengar ucapan ‘Ranup Sigapu’? ya,
pasti sering kan....
Kalimat tersebut adalah sebagai kata pembuka orang Aceh bericara, baik itu dalam seabagai kalimat permulaan dalam sebuah buku. Ranup merupakan symbol saklar sebagai permulaan kegiatan bagi orang Aceh. Dan Ranup merupakan pelengkap kebersamaan serta kerukunan hidup yang terhimpun dalam satu wadah yang disebut ‘Puan’.
“Konon, dalam manuskrip
adat Aceh, perangkat Ranup selalu dipergunakan pada acara kebesaran atau acara
saklar sultan Aceh. Ucapan hari (raya), pemeriahan arak-arakan sultan dimulai
dari meuligoe (istana) sultan sampai ke masjid Baiturrahman. Senjata sultan
diarak di hadapan sultan, sampai pinggan atau bate ) ranup (puan) dan kantong
ranup (yang dibungkus kain). Setelah shalat di belakang tirai (kelambu) di
tempat yang diberi nama ‘rajapaksi’, sultan pun pulang naik”.
Istilah dalam bahasa biologi Rabup juga disebut piper betle, merupakan sejenis tanaman
rambat yang menjalar. Mamfaat dari Ranup mulai dari daun, batang, buah (biji)
menjadi obat tradisional sebagai tumbuhan penyegar dan juga bemacam mamfaaat
lainnya. Seiring dari itu semua di Aceh muncullah tradisi makan Sirih (ranup),
mulai dari kalangan orang tua sampai anak-anak.
Ibnu
Batutah dan Vasco da Gama pernah menulis; “masyarakat
Timur sejak dahulu telah punya kebaiasaan mamakan Sirih (Ranup).”
Perlu
diketahui bahwasanya dalam Bate Ranup (puan) sebelum disuguhkan pada tamu telah
lengkap diisi dengan pinang, gambir, kapur, ranup, cengkeh, tembakau, serta
Gancet (rampago) sebagai alat pembelah pinang dan juga disediakan cubek
(penumbuk sirih).
Menurut
ranah adat dan budaya istiadat Aceh, Ranup memilik banyak makna dan simbol
khusus sebagai penenang dalam mempererat dalam satu musayawarah (sapeu kheun
ngen but), simbol kemuliaan (peumulia jamee), dan sebagai penyambung
silaturrahmi sabagai alat untuk mengundang (meu uroh atau seumeugah).
Ranup itu sebagai lambang rendah hati
dan cinta kasih, sedangkan pinang itu sebagai lambang baik budi pekertinya dan
jujur serta mempunyai derajat yang tinggi, Gambir itu sabagai icon keteguhan
hati, Kapur sebagai ketulusan hati, Cengkeh melambangkan keteguhan memegang
prinsip, dan Tembakau itu melambangkan hati yang tabah dan bersedia berkorban
dalam segala hal.
Sedangkan Bate Ranup (Puan) sebagai
wadahnya itu sebagai lambang keindahan budi pekerti dan akhlak yang luhur.
Wadah itu merupakan satu kesatuan yang memberi lambang sifat ke’adatan.
Ingatkan
anda dengan potongan sya’ir lagu Rafly Kande, begini potongannya:
Peunajoh Aceh meumacam bagoe
Peunajoh jameun sampe inoehat
Ranup seulaseh ngen
pineung mawoe
Jampue ngen gambe
lengkap keu syarat...
Ranup lam bate
peumulia jamee
Adat geutanyoe keu
jamee teuka
Neu cie neu pajoh
sigapu dile
Ie ranup klat jeut keu
peunawa
Nah, semoga anak cucu Aceh jangan sampai lupa dengan adat
dan istiadat indatu jameun...
No comments:
Write komentarTinggalkan Komentar!