ABU TU MIN BLANG BLADEH adalah sosok Ulama Kharismatik Aceh. Beliau lahir pada tahun 1932 di Gampong Kuala Jeumpa, Kecamatan Jeumpa, Bireuen, Aceh. Abu Tu Min juga dilahirkan dari keluarga ulama, dan pemuka masyarakat. Teungku Tu Mahmud Syah merupakan ayah beliau dan adalah sosok ulama, tokoh masyarakat dan pendiri dayah.
Sejak masa kecil Abu Tu Min telah dipersiapkan sebagai
seorang ulama. Dalam mengawalai pengembaraan ilmunya, Abu Tu Min juga pernah
menempuh pendidikan umum masa Belanda selama tiga tahun. Dalam usia 12 tahun
juga pernah belajar di Sekolah Rendah Islam yang juga disebut “SRI”, sebuah
sekolah yang memiliki bahan ajaran yang memadai dalam bidang agama. Sembari
sekolah d SRI, Abu Tu Min belajar juga pada ayahandanya bidang ilmu keislaman,
yaitu dasar-dasar kitab kuning dan ilmu alat seperti Nahwu dan Sharaf.
Selama rentang waktu tiga tahun itu pula beliau belajar
sungguh-sungguh kepada ayahnya Tgk.Tu Mahmud Syah, dan telah menjadi bekal
dalam melanjutkan ke jenjang selanjutnya.
Dalam usia 15 tahun, Abu Tu Min memulai karirnya belajar
dari satu dayah ke dayah lainnya hingga berakhir di dayah Darussalam
Labuhanhaji, Aceh Selatan dengan didikan gurunya Abuya Syech Muda Waly
al-Khalidy.
Abu Tu Min juga pernah menempuh studinya beberapa bulan di
Dayah Darul Atiq Jeunib yang dipimpin oleh Abu Muhammad Shaleh yang tak tak
lain merupakan ayahanda dari Tgk. Abdul Aiz yang akrap disapa Abon Aziz
Samalanga. Setelah itu beliau melanjutkan pengajiannya ke Dayah Samalanga dalam
beberapa bulan juga, kemudian Abu Tu Min belajar di Dayah Meuluem Samalanga
selam satu tahun, dan terakhir di Dayah Pulo Reudeup yang dipimpin oleh Teungku
Muhammad Pulo Ruedeup selama tiga tahun sebelum melanjutkan ke Dayah Darussalam
labuhanhaji Aceh Selatan.
Oleh demikian halnya dengan segala ilmu yang telah memai
dari guru-gurunya tersebut yeng telah mengantarkan Abu Tu Min muda di usianya
20 tahun berangkat ke Dayah Darussalam Labuhanhaji pada tahun 1953.
Baca : Menelusuri Jejak Hidup Abu Daud di Teupin Gajah (Tgk. H.M.Daud Al Yusufy) Ulama Kharismatik Aceh
Padap tahun 1953 tersebut, selain Abu Tu Min ternyata ada
beberapa ulama lainnya kala itu melanjutkan pendidikan disana pada yang mulia
Abuya Syech Muda Waly al-Khalidy. Kala itu secara umum para teungku-teungku
yang belajar kepada Abuya Muda Waly, telah memiliki ilmu yang yang memadai
sebelum belajar ke abuya, sehingga bisa duduk di kelas “Doktor” Bustanul
Muhaqiqin. Diantara ulama-ulama yang datang pada tahun 1952 dan 1953 adalah Abu
Abdullah hanafi Tanoh Mirah dan Abon Aziz Samalanga.
Pun demikian, selain menjadi murid Abuya Syech Mda Waly di
Darussalam, Abu Tu Min juga telah dipercaya sebagai guru, untuk mengajar para
santri lainya di Dayah tersebut ditingkat Tsanawiyah, tepatnya beliau mengajar
di kelas 6 B, sedangkan kelas 6 A diajarkan langsung oleh Abuya Muhibuddin
Waly, sedangkan Abuya Muda Waly mengajarkan kelas dewan guru. Selain menjadi murid
Abuya Syekh Haji Muda Waly di Darussalam, Abu Tumin juga telah dipercaya untuk
mengajarkan para santri lain yang berada pada tingkatan tsanawiyah, karena
beliau disebutkan mengajar santri di kelas 6 B, adapun di kelas 6 A.
Ketika di Darussalam
Labuhan Haji, Abu Tu Min sekelas dengan Abu Hanafi Matang Keuh, Teungku Abu
Bakar Sabil Meulaboh dan Abu Daud Zamzami Ateuk Anggok. Adapun Abu Abdullah
Tanoh Mirah dan Abon Samalanga lebih senior satu tingkat diatasnya. Abu Tumin
belajar dan mengajar di Labuhan Haji selama 6 tahun, beliau juga murid khusus
di kelas Bustanul Muhaqqiqin belajar langsung kepada Abuya Haji Muda Waly.
Setelah menyelesaikan
pendidikannya di Dayah Darussalam Labuhan Haji, Abu Tumin kemudian memohon izin
kepada gurunya untuk pulang kampung pada tahun 1959 untuk mengabdikan ilmunya.
Sedangkan temannya seperti Abon Samalanga pulang kampung setahun sebelumnya
pada tahun 1958 dan Abu Tanoh Mirah pulang di Tahun 1957. Karena umumnya
murid-murid Abuya yang datang di atas tahun 1952 dan 1953 pulang di akhir
tahun1959. Sedangkan generasi sebelum Abu Tumin yang datang ke Darussalam pada
tahun 1945 dan 1947, mereka umumnya pulang di tahun 1956 seperti Abu Aidarus
Padang dan Abu Imam Syamsuddin Sangkalan.
Setibanya di Kampung
halaman, setelah belajar di berbagai dayah terutama Dayah Darussalam Labuhan
Haji telah mengantarkan Abu Tumin menjadi seorang ulama yang mendalam ilmunya.
Abu Tu Min kemudian
memimpin dayah yang telah dibangun oleh kakek beliau yaitu Teungku Tu Hanafiyah
yang kemudian dilanjutkan oleh Teungku Tu Mahmud Syah ayah Abu Tumin,
selanjutnya estafet keilmuan dan kepemimpinan dayah dilanjutkan oleh Abu Tumin.
Pada era Abu Tumin mulailah pesat pembangunan Dayah tersebut. Dimana para
santri datang dari berbagai tempat untuk belajar kepada Abu Tumin dan belajar
dari sang ulama.
Abu Tu Min juga
merupakan seorang ulama yang murabbi, sehingga banyak muridnya yang kemudian
menjadi ulama terpandang sebut saja di antaranya adalah Abu Mustafa Paloh
Gadeng yang belajar kepada Abu Tumin selama 19 tahun sehingga mengantarkan
beliau menjadi seorang ulama kharismatik Aceh yang diperhitungkan. Ulama
lainnya yang juga murid Abu Tumin adalah Abu Abdul Manan Blang Jruen yang dikenal
sebagai ulama yang ahli dan lihai dalam bidang tauhid, serta moderator
yang hebat dalam Muzakarah Para Ulama Aceh, sehingga diskusi
nampak hidup dan ceria. Selanjutnya Tgk. H. Muhmmada Al-Yusufi dari Aceh
Selatan yang akrap disapa dengan Abu Daud di Teupin Gajah Dan banyak para ulama
lainnya yang juga murid dari Abu Tumin, selain murid-muridnya di Dayah
Darussalam dulu,
Bahkan Abuya Nasir
Waly disebutkan juga pernah belajar di dayah Abu Tumin sebelum beliau berangkat
ke Madinah. Dan disebuah acara muzakarah, Abuya Mawardi Waly juga menyebutkan
dirinya sebagai murid Abu Tumin. Intinya beliau juga ulama yang Syekhul
Masyayikh.
Selain itu, Abu Tumin
juga dianggap sebagai ulama panutan oleh para ulama lainnya, dimana fatwa-fatwa
hukumnya menjadi bahan kajian dan pegangan para ulama lainnya.
Biasanya pada setiap
muzakarah yang diadakan di berbagai tempat, Abu Tumin yang kemudian mengambil
keputusan final setelah sebelumnya para ulama lain memberikan pandangan dan
sanggahan atas setiap persoalan yang sedang dibahas forum. Kehadiran Abu Tumin
menambah acara muzakarah semakin bermakna, karena pandangan hukum beliau
biasanya dari ingatan yang lama dan kajian yang mendalam. Sehingga tidak
mengherankan bila ada yang menyebutkan bahwa "Abu Tumin tua umurnya dan
tua pula ilmunya".
Sekarang Abu Tumin
tidak muda lagi usianya telah lebih dari 88 tahun, namun semangat beliau dalam
mengayomi umat begitu kokoh dan tangguh. Walaupun tertatih, namun beliau tetap
hadir untuk mencerahkan ummat. Tubuhnya tidak sekuat dulu, dan mulai menderita
banyak penyakit. Abu Tumin telah mempersembahkan usianya untuk agama ini, dan
telah pula mencurahkan segenap ilmu dan pengabdiannya, mengayomi masyarakat
Aceh secara tulus ikhlas. Semoga Allah SWT senantiasa memberi beliau kekuatan
dan petunjuk untuk menuntun ummat Rasulullah ke jalan selamat.
Sumber: dikutip dari Facebook Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary
Sumber: dikutip dari Facebook Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary
No comments:
Write komentarTinggalkan Komentar!