Friday, August 2, 2019

Jejak Angkutan Penumpang Bus PMTOH dari Masa ke Masa





Bus PMTOH model jadul (kiri), bus PMTOH model sekarang (kanan)


PMTOH adalah salah satu Perusahaan Otobus (PO) yang masuk daftar bus legenda dan tetap eksis hingga sekarang. Bukan hanya untuk Aceh, PMTOH juga patut dicatat sebagai salah satu PO tertua di Indonesia yang masih beroperasi hingga sekarang. Begini kisahnya.

Data dihimpun Serambi, PO PMTOH didirikan oleh Toke Hasan pada tahun 1957. Nama PMTOH merupakan singkatan dari Perusahaan Motor Transport Ondernemer Hasan. Kata ondernemer berasal dari bahasa Belanda yang berarti pengusaha atau tauke. Jadi, dari namanya jelas bahwa perusahaan otobus yang armadanya kini identik dengan warna hijau, awalnya adalah milik Ondernemer atau Toke Hasan.

Baca juga: Rilis Kisah Haji Adnan PMTOH, Budaya Seni Yang Telah Padam Belum Ada Gantinya

Meski terdesak oleh persaingan yang sangat keras di era milenial ini, tapi PMTOH tak kenal menyerah dan sepertinya tidak pernah hendak menyerah. Sampai hari ini, PMTOH tetap melayani trayek pendek Aceh-Medan, maupun trayek panjang Aceh-Solo dan Yogyakarta.

PMTOH memang bukan bus tertua di Aceh. Tapi PMTOH adalah perusahaan bus pertama yang menembus Pulau Jawa. Trayek yang melintasi kota-kota besar sepanjang Sumatera, mulai dari Aceh, Medan, Pekanbaru, Palembang, Lampung, Jakarta, Solo, dan Yogyakarta.

“PMTOH, bus pertama dari Aceh yang buka trayek ke Jakarta, Solo, dan Yogya. Waktu itu di Aceh sudah ada beberapa perusahaan bus. Tapi PMTOH paling awal menjejak Pulau Jawa,” cerita Jumadi Hamid, pewaris ketiga perusahaan PMTOH, Minggu (28/7), dalam percakapan di warung kopi kompleks stasiun PMTOH, Jalan Gajah Mada, Medan.

Trayek ke Pulau Jawa pertama sekali dibuka pada tahun 1986. Butuh waktu satu tahun mengurus izin trayek ke Jawa. “Saya sendiri yang mengurus izin trayek itu,” kenang Jumadi Hamid, sarjana ekonomi dari UKI Jakarta. Saat itu, perusahaan dipimpin oleh ayahnya, Abdul Hamid Hasan.

Pilihan buka trayek ke Jakarta sampai Solo dan Yogyakarta, kata Jumadi, bukan tanpa alasan. “Waktu itu kita menangkap peluang bisnis, melayani kebutuhan transportasi bagi para transmigran dari Aceh Tengah, Aceh Barat, dan beberapa wilayah transmigrasi lainnya di Aceh yang pulang ke Jawa, kampung halaman mereka,” ujarnya.

Para transmigran yang sudah sukses di Aceh, membutuhkan sarana angkutan untuk pulang menjenguk kampung halaman. “Potensi bisnisnya besar, lalu ayah saya berinisiatif membuka trayek ke Jawa,” cerita Jumadi Hamid.

Para trasnmigran yang pulang kampung bersama keluarga, juga membawa serta hasil perkebunan mereka seperti kopi dan tanaman lainnya. “Seperti dari Aceh Tengah, kan penghasil kopi. Tapi waktu itu tidak dibawa dalam jumlah besar, hanya sebagai buah tangan saja,” kata Jumadi yang memilih bermukim di Medan.
Jumadi Hamid adalah generasi ketiga pewaris PMTOH. Generasi pertama sang kakek, M Hasan, pendiri PMTOH. Generasi kedua Abdul Hamid Hasan, putra dari M Hasan. Dan saat ini beralih ke generasi Jumadi Hamid yang akrab disapa Pak Adi.


Bus PMTOH model terkini

Pada era 86-an sampai 2000-an, PMTOH ikut menikmati masa jaya. PMTOH punya kantor sepanjang Sumatra bahkan pernah menembus Bali. Tapi zaman berubah. Transportasi darat ditinggalkan pelanggan, dan beralih ke transportasi udara. Maskapai penerbangan menyediakan tiket murah.

“Era tiket pesawat murah itulah yang merontokkan kami. Bayangkan ke Jakarta naik pesawat 500 ribu perak (Rupiah), sama dengan ongkos bus,” kata Jumadi, prihatin.

Satu per satu kantor PMTOH tutup. Saat ini hanya ada di Aceh, Medan, Jakarta, dan Solo. Bisnis PMTOH kemudian tidak lagi sepenuhya bertumpu mengangkut penumpang. Melainkan juga dikembangkan jadi angkutan barang. “Kami ikut main di usaha kargo, sebab mengandalkan penumpang, sudah tidak kuat,” ujar Jumadi.

Salah satu komoditas yang diangkut adalah kopi. Per pekan mencapai 5 ton. Kopi diangkat ke Jakarta dan Bandung. “Kopi yang kita angkut sudah dalam kemasan yang sangat baik. Selain biji mentah atau green bean juga biji roasting. Usaha kopi akhir-akhir ini luar biasa,” kata Jumadi seraya menyeruput kopi hitam yang tinggal separoh lagi.

Aceh adalah penghasil kopi utama di Indonesia untuk jenis arabika. Wilayah terluas berada di Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues. Terkenal dengan merek kopi Gayo. “Saya generasi ketiga PMTOH tetap akan mempertahankan usaha ini sebaik-baiknya. Tentu saja dengan penyesuaian-penyesuaian sesuai perkembangan zaman. Seperti berdiversifikasi kepada usaha angkutan barang,” demikian Jumadi Hamid. Ia memang sedang berjuang keras


Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Menelusuri Jejak PMTOH, Bus Toke Hasan yang Melegenda

No comments:
Write komentar

Tinggalkan Komentar!